Korban KDRT di Kediri Banyak Memilih Bungkam, Faktor Emosional dan Ekonomi Jadi Alasan


 KEDIRI, kabarreskrim.co.id   – Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih menjadi salah satu penyebab utama dalam perkara perceraian yang ditangani Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Kediri. Ironisnya, tidak sedikit korban justru enggan melapor atau mengajukan gugatan, meski mengalami kekerasan secara fisik maupun psikis.

Panitera Muda PA Kabupaten Kediri, Moh. Imron, mengungkapkan bahwa KDRT dapat langsung dijadikan dasar permohonan cerai tanpa harus memenuhi syarat pisah tempat tinggal selama enam bulan. Namun, ia menegaskan, proses hukum tetap memerlukan bukti yang valid seperti laporan kepolisian atau hasil visum.

“Jika ada unsur KDRT, perkara bisa langsung kami tangani. Tapi tetap harus ada bukti nyata sebagai pendukung,” terang Imron saat ditemui, Rabu (30/7).

Sayangnya, banyak korban lebih memilih bertahan dalam hubungan penuh kekerasan. Beberapa alasan yang sering ditemukan di antaranya karena pertimbangan anak, ketergantungan ekonomi pada pasangan, atau kekhawatiran atas konsekuensi hukum yang akan dihadapi pelaku.

“Mereka sering kali menahan diri, enggan melapor, karena rasa takut dan kasihan kepada keluarga sendiri,” tambahnya.

Imron juga menyoroti minimnya pemahaman masyarakat terkait bentuk-bentuk KDRT. Banyak warga yang mengira pelaku kekerasan dalam rumah tangga selalu laki-laki. Padahal, dalam kenyataannya, kekerasan bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk istri terhadap suami, maupun anak terhadap orang tua.

“Contohnya, ketika istri membentak atau bahkan membanting suami, atau anak yang berlaku kasar kepada orang tuanya—itu juga termasuk kategori KDRT,” jelasnya.

Ia menambahkan, adanya bias gender dan kurangnya edukasi hukum menjadi kendala serius dalam penanganan kasus KDRT. Akibatnya, korban lebih sering menutupi keadaan sebenarnya dan tidak mencari bantuan hukum yang tersedia.

“Kita masih dihadapkan pada tantangan sosial dan budaya yang membuat korban merasa lebih baik diam daripada mencari keadilan,” pungkas Imron.

Dengan kondisi ini, ia berharap ada peningkatan edukasi dan pendampingan hukum, agar korban berani bersuara dan bisa keluar dari siklus kekerasan rumah tangga yang merugikan secara fisik maupun mental.(RED.BRI)

Posting Komentar

0 Komentar