Minim Sosialisasi, Banyak Pekerja Tak Sadar Penahanan Ijazah Itu Ilegal

 


KEDIRI, kabarreskrim.co.id – Meski sudah ada peraturan daerah (perda) yang secara tegas melarang penahanan dokumen pribadi milik pekerja, praktik ini rupanya masih kerap terjadi. Hal ini dinilai akibat lemahnya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat, khususnya para buruh dan pekerja sektor informal maupun formal.

Ketua DPC Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Kota Kediri, Suyadi, menyayangkan masih rendahnya pemahaman pekerja terhadap hak-haknya yang dilindungi hukum. Menurutnya, Perda yang telah dirancang sebagai rambu hukum hubungan kerja belum tersebar luas informasinya.

“Kalau perda ini disosialisasikan secara menyeluruh, harusnya para pekerja bisa bertindak. Mereka bisa melapor ke Satpol PP, karena itu adalah aparat penegak perda,” tegas Suyadi.

Ia mengingatkan bahwa perda tersebut sejatinya lahir dari realitas di lapangan. Salah satu pemicunya adalah kasus penahanan ijazah yang sempat mencuat beberapa tahun lalu di Kabupaten Kediri, di mana sebanyak 67 ijazah karyawan dilaporkan hilang atau ditahan oleh perusahaan.

“Saat kami mengusulkan perda ini dulu, kejadian itu jadi titik balik. Tapi nyatanya, hingga sekarang kasus serupa masih ditemukan. Artinya belum semua paham hak hukumnya,” ungkapnya.

Suyadi juga menyebut bahwa pihaknya bersama serikat buruh sudah lama mengusulkan pelatihan dan pendidikan hukum ketenagakerjaan untuk para pekerja. Namun, implementasinya hingga kini belum maksimal.

“Sekarang sudah 2025, perda itu seharusnya jadi acuan kuat, tapi belum dimanfaatkan secara luas. Teman-teman buruh seharusnya diberi pelatihan atau diklat soal hukum kerja,” jelasnya.

Ia meyakini bahwa praktik penahanan ijazah masih terjadi di berbagai sektor industri. Namun, banyak kasus yang tidak dilaporkan karena para pekerja merasa takut dan khawatir dengan posisi mereka yang lemah dalam relasi kerja.

“Biasanya ini terjadi pada pekerja yang memegang tanggung jawab keuangan atau aset perusahaan. Sopir pribadi, staf admin, sampai karyawan leasing juga sering jadi korban. Kadang bukan hanya ijazah, tapi juga KTP, paspor, bahkan BPKB,” paparnya.

Ia mengaku mengetahui beberapa perusahaan yang terlibat praktik seperti itu, namun enggan menyebutkan secara terbuka.

“Saya tahu nama-nama perusahaannya. Tapi karena nggak ada laporan resmi, saya juga nggak bisa buka di forum atau media. Bisa-bisa saya dilabeli sebagai pemecah suasana,” tambahnya.

Kekhawatiran itu tidak hanya dirasakan oleh serikat, namun juga para pekerja yang enggan melapor karena takut dijatuhi sanksi, bahkan intimidasi. Dalam beberapa kasus, ada perusahaan yang mewajibkan karyawan mencari pengganti sebelum ijazah mereka dikembalikan.

“Bayangkan, karyawan sudah memutuskan resign, tapi malah disuruh cari orang untuk gantiin dia dulu baru ijazahnya bisa diambil. Ini sangat merugikan secara mental dan waktu,” tegasnya.

Ia berharap agar pemerintah daerah, melalui dinas tenaga kerja dan aparat terkait, aktif menyosialisasikan isi perda secara menyeluruh kepada masyarakat. Sebab, hukum tidak akan efektif jika tidak dipahami oleh mereka yang seharusnya dilindungi.(Red.R)

Posting Komentar

0 Komentar