JAKARTA kabarreskrim.co.id – Ketegangan antara Jepang dan China kembali meningkat hingga ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya. Isu Taiwan, manuver militer Beijing, serta pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi yang dinilai provokatif oleh China membuat hubungan kedua negara memanas.
Meski China memiliki keunggulan jumlah persenjataan—mulai dari rudal, drone, kapal perang hingga pesawat tempur—Jepang disebut tengah menyiapkan teknologi baru yang dapat mengubah dinamika konflik di Asia Timur. Tokyo mengembangkan prototipe rudal anti-kapal modular yang mampu melakukan serangan kawanan (swarm attack) secara semi-otonom.
Rudal Modular: Senjata Baru Jepang
Badan akuisisi pertahanan Jepang, Acquisition, Technology & Logistics Agency (ATLA), memperlihatkan tahap uji awal rudal terbaru tersebut. Rudal ini:
-
menggunakan mesin turbojet kompak,
-
memiliki desain siluman (low observable),
-
terbang rendah mengikuti kontur permukaan laut,
-
dan yang paling penting: bersifat modular.
Setiap rudal dapat dipasangi modul berbeda—sensor inframerah, radar aktif, perangkat jammer, hingga umpan elektronik—sehingga satu gelombang tembakan bisa berfungsi sebagai tim terkoordinasi, bukan peluru identik.
Seorang analis militer internasional, Max Olivier, menjelaskan bahwa konsep ini membuat sistem pertahanan kapal perang modern jauh lebih mudah ditembus.
“Dalam satu gelombang ada rudal pemetaan target, pengacau radar, dan penghancur. Mereka bekerja sebagai satu unit. Pertahanan berlapis kapal perang akan kewalahan,” ujarnya.
Rudal modular ini diperkirakan memiliki jangkauan lebih dari 900 km, menempatkannya di jajaran rudal jarak jauh Asia. Posisi itu berada di bawah Type 12 versi terbaru (1.000–1.200 km) serta program glide hipersonik Jepang yang menargetkan 3.000 km.
Arah Senjata: Selat Miyako Jadi Titik Panas
Para analis memperkirakan rudal modular ini akan ditempatkan menghadap Selat Miyako, koridor laut selebar 250 km di antara Okinawa dan Taiwan. Jalur ini merupakan salah satu pintu keluar utama armada Angkatan Laut China menuju Samudra Pasifik.
Kapal yang kerap melewati selat tersebut antara lain:
-
Kapal induk Liaoning dan Shandong,
-
Kapal perusak Tipe 052D,
-
Kapal perusak berat Tipe 055, pengawal utama kapal induk.
Penempatan rudal jarak jauh di pulau-pulau Jepang membuat China menghadapi dilema strategis baru saat beroperasi di sekitar Taiwan dan Laut Filipina.
Cara Kerja Serangan: “Orkestrasi Rudal”
Serangan rudal modular digambarkan seperti sebuah orkestrasi:
-
Rudal pengintai
Terbang lebih dulu, memetakan posisi kapal menggunakan sensor pasif. -
Rudal pengecoh dan pengacau
Mengganggu radar, memaksa kapal musuh menembakkan interceptor. -
Rudal penghancur
Datang terakhir, menghantam titik vital kapal hanya dalam hitungan detik.
Dengan logika internal, rudal-rudal ini dapat berbagi rute, menghindari tabrakan, dan memaksa lawan kehabisan amunisi pada umpan.
Foto Simulasi Serangan China Beredar
Di tengah meningkatnya ketegangan ini, beredar pula sebuah gambar yang diklaim sebagai simulasi serangan China terhadap Jepang. Gambar tersebut menggambarkan:
-
jalur peluncuran rudal PLA,
-
sasaran di Honshu, Kyushu, dan Hokkaido,
-
sejumlah titik yang menandai pembangkit listrik tenaga nuklir,
-
serta zona serangan kapal selam.
Namun, analisis independen menyebut gambar itu bukan keluaran resmi pemerintah China, melainkan simulasi wargaming yang beredar di media sosial. Meski tidak resmi, gambar tersebut memicu diskusi baru terkait potensi eskalasi militer.
Ketegangan Masih Bergerak Naik
China mengecam langkah Jepang menempatkan sistem rudal di Pulau Yonaguni—hanya 110 km dari Taiwan—dan menyebutnya sebagai tindakan provokatif. Bahkan, sejumlah akun media sosial di China mulai menyebarkan konten psy war yang menyinggung kemungkinan perang terbuka.
Di sisi lain, Jepang mempercepat modernisasi militer dan memperkuat pertahanan pulau-pulau di sebelah barat yang berdekatan dengan Taiwan.
0 Komentar