Dilema Usia 20-an: Antara Banyak Pilihan dan Krisis Jati Diri

  


kabarreskrim.co.id -Usia dua puluhan kerap disebut sebagai masa paling dinamis dalam hidup. Semangat masih membara, kesempatan datang dari berbagai arah, dan dunia tampak penuh dengan kemungkinan menarik yang siap dijelajahi.

Namun, di balik semangat itu, tersembunyi kegelisahan yang tak sedikit anak muda rasakan. Bukan karena kurang usaha atau malas mencoba, melainkan karena begitu banyak pilihan hidup yang membuat mereka bimbang harus melangkah ke mana.

Kondisi ini dikenal dengan istilah quarter life crisis—fase kebingungan, kecemasan, bahkan kelelahan emosional yang umum dialami oleh mereka yang berada di usia 20 hingga awal 30-an, terutama generasi milenial dan Gen Z.

Tekanan datang dari segala penjuru. Lulus kuliah, ditanya kerja di mana. Baru mulai bekerja, mulai mempertanyakan apakah itu jalan yang benar. Belum menikah, ditagih kepastian oleh keluarga. Sudah menikah, muncul pertanyaan lain: kapan punya momongan?

Tuntutan untuk ‘segera berhasil’ seolah menjadi beban yang tak bisa dihindari. Hidup terasa seperti lomba lari tanpa garis finish yang jelas. Padahal banyak di antara mereka yang sebenarnya masih dalam proses mengenali diri, membentuk tujuan, dan menyusun makna hidupnya.

Tak jarang, tekanan justru datang dari layar ponsel. Media sosial memunculkan gambaran hidup yang tampak ideal—teman sebaya yang sudah sukses, keliling dunia, menikah dengan pasangan yang sempurna, atau membangun bisnis yang menginspirasi.

Tanpa sadar, perasaan minder dan ketidakcukupan mulai muncul. Mereka mulai bertanya: “Kenapa aku belum sejauh itu?” atau “Apa yang salah denganku?” Padahal, kenyataan yang diperlihatkan di media sosial hanyalah potongan terbaik dari kehidupan seseorang—bukan keseluruhan kisahnya.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang arti kebahagiaan dan keberhasilan. Banyak anak muda yang diam-diam bertarung dengan ketidakpastian: Apakah pekerjaan ini tepat? Apakah aku hidup untuk diriku sendiri atau hanya mengikuti ekspektasi?

Perlu disadari, quarter life crisis bukan kegagalan, melainkan proses pendewasaan. Sebuah fase normal dalam pencarian arah hidup. Masa ini justru bisa menjadi momentum untuk lebih memahami siapa diri kita sebenarnya, apa nilai yang kita pegang, dan ke mana arah yang ingin kita tuju.

Langkah awal yang penting adalah berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Setiap orang punya jalur dan waktunya sendiri. Tidak ada peta baku dalam menjalani hidup. Justru, dengan menerima ketidaksempurnaan dan kegamangan yang ada, seseorang bisa menemukan keutuhan dirinya.

Di tengah dunia yang menuntut kecepatan, belajar untuk perlahan bisa menjadi bentuk keberanian tersendiri. Karena pada akhirnya, menjadi dewasa bukan hanya tentang pencapaian, tapi tentang mengenali dan berdamai dengan diri sendiri.(red.a)

Posting Komentar

0 Komentar