Kediri, kabarreskrim.co.id - Atmosfer kepercayaan masyarakat Desa Karangrejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, kini tengah diuji menyusul mencuatnya dugaan praktik transaksional dalam proses pengisian dua posisi perangkat desa strategis: Kepala Dusun Tawangsari dan Kepala Dusun Dlopo. Informasi yang beredar luas di kalangan warga menyebutkan adanya indikasi kuat praktik suap yang melibatkan aliran dana dengan nilai yang menggiurkan, diperkirakan mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah, sebagai "tiket" untuk menduduki kursi kepemimpinan di tingkat dusun tersebut.
Menurut sumber-sumber terpercaya di internal desa yang enggan disebutkan namanya, jauh sebelum pengumuman resmi calon perangkat desa terpilih, desas-desus mengenai adanya permintaan "mahar" atau sejumlah uang tertentu mulai santer terdengar. Uang tersebut diduga diperuntukkan bagi pihak-pihak yang memiliki pengaruh dalam proses seleksi, dengan besaran yang bervariasi tergantung pada prestise dan potensi kewenangan dari posisi yang diincar, yakni Kepala Dusun Tawangsari dan Kepala Dusun Dlopo.
Dugaan praktik kotor ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam mekanisme pengisian perangkat desa di Karangrejo. Masyarakat setempat merasa resah dan khawatir bahwa jika praktik suap ini benar terjadi, integritas pemerintahan desa akan tercoreng, dan kualitas pelayanan publik di tingkat dusun berpotensi terabaikan. Kekhawatiran ini semakin beralasan mengingat perangkat desa memiliki peran penting dalam menjembatani komunikasi antara pemerintah desa dan warga, serta mengelola berbagai urusan administrasi dan pembangunan di tingkat dusun.
Menyikapi isu yang semakin meresahkan ini, berbagai pihak mendesak agar aparat penegak hukum dan instansi terkait di Kabupaten Kediri tidak tinggal diam. Investigasi yang komprehensif dan independen dianggap sebagai langkah krusial untuk mengungkap kebenaran di balik dugaan praktik transaksional ini. Jika terbukti adanya pelanggaran hukum, tindakan tegas berupa sanksi pidana dan administratif harus diberikan kepada pihak-pihak yang terlibat, tanpa pandang bulu.
Implikasi Hukum yang Serius:
Praktik suap dalam pengisian jabatan publik, termasuk perangkat desa, memiliki implikasi hukum yang sangat serius. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara jelas mengatur mengenai larangan dan sanksi bagi pelaku suap, baik pemberi maupun penerima.
Pasal 5 ayat (1) huruf a dalam undang-undang tersebut secara tegas melarang tindakan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar mereka melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Jika terbukti ada calon perangkat desa yang memberikan sejumlah uang dengan maksud agar diloloskan dalam seleksi, maka yang bersangkutan dapat dijerat dengan pasal ini.
Lebih lanjut, Pasal 11 mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
Pasal 12 huruf a juga relevan dalam konteks ini, yang mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
Selain Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga memiliki implikasi dalam kasus ini. Meskipun tidak secara eksplisit mengatur pidana suap, undang-undang ini mengamanatkan prinsip-prinsipGood Governance dan Clean Government dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Proses pengisian perangkat desa yang diwarnai praktik transaksional jelas bertentangan dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipatif yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini dapat menjadi dasar untuk tindakan administratif, seperti pembatalan hasil seleksi dan sanksi bagi pihak-pihak yang terbukti melanggar.
Masyarakat Desa Karangrejo berharap agar pihak berwenang dapat bertindak cepat dan tegas dalam menanggapi isu ini. Investigasi yang transparan dan akuntabel diharapkan dapat mengungkap fakta sebenarnya dan memberikan keadilan bagi seluruh pihak. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa dan proses demokrasi di tingkat lokal harus segera dipulihkan.
Langkah-langkah konkret yang diharapkan meliputi:
- Investigasi Mendalam: Pemerintah Kabupaten Kediri melalui inspektorat atau tim khusus harus segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap proses pengisian perangkat desa di Karangrejo, termasuk memeriksa dokumen-dokumen terkait dan memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat.
- Keterlibatan Aparat Penegak Hukum: Jika ditemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi, aparat kepolisian dan kejaksaan harus dilibatkan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut dan menindak pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Transparansi Informasi: Hasil investigasi harus diumumkan secara transparan kepada masyarakat agar kepercayaan publik dapat dipulihkan.
- Evaluasi Mekanisme Rekrutmen: Pemerintah daerah perlu mengevaluasi dan memperbaiki mekanisme rekrutmen perangkat desa agar lebih transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi.
- Peran Aktif BPD: Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wakil masyarakat diharapkan dapat menjalankan fungsi pengawasan secara efektif dan proaktif dalam mengawal proses pemerintahan desa.
Dugaan praktik suap dalam pengisian perangkat Desa Karangrejo ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah daerah dalam memberantas korupsi hingga ke tingkat desa. Masyarakat menanti tindakan nyata dan berharap agar kasus ini dapat diselesaikan secara adil dan transparan, sehingga integritas pemerintahan lokal dapat terjaga dan kepercayaan publik kembali pulih.(Red.Tim)
0 Komentar