Banyuwangi, kabarreskrim.co.id - Masih hangat pemberitaan pasca penutupan tambang ilegal galian C di wilayah Banyuwangi beberapa waktu lalu.
Menurut informasi dari masyarakat Banyuwangi yang menjelaskan bahwa aksi tersebut di karenakan adanya penutupan dari pihak Aparat Penegak Hukum (APH), sehingga timbul aksi yang dilakukan oleh beberapa sopir damtruk pasir.
Akibat dari aksi demo tersebut dan dibuka kembali aktivitas penambangan mengakibatkan pihak penambang ilegal galian C di wilayah Banyuwangi makin marak tanpa memperhitungkan akibat dan dampak setelah tambang tersebut selesai.
Hal tersebut berdampak terjadinya kerugian Negara terkait pajak yang seharusnya di kenakan di setiap pelaku tambang baik ilegal maupun legal.
Dengan di bukanya kembali aktivitas tambang ilegal yang belum mengantongi ijin mengakibatkan banyak jalan akses di wilayah Banyuwangi terancam rusak. Hal tersebut tentu menimbulkan kerugian masyarakat dan Negara.
Beberapa aktivis di wilayah Banyuwangi salah satunya Yudi Garuda menjelaskan,"Maraknya kegiatan tambang ilegal galian C di Banyuwangi akhir-akhir ini marak lakukan Operasi Produksi atas penggalian pasir tanah dan batu tanpa memperhitungkan dampak dan akibat dari kegiatan tersebut," jelas Yudi Garuda.
"Belum lagi kegiatan hilir mudiknya kegiatan damtruk mengangkut material tambang melewati akses jalan, tidak menutup kemungkinan kerusakan jalan akibat muatan tersebut," tambah Yudi Garuda.
"Belum lagi jika tambang ilegal tersebut selesai, apa ada solusi akibat dari tanah yang berlubang..??! tidak menutup kemungkinan dari hal tersebut bisa merugikan masyarakat dan yang lebih aneh kok' bisa tambang ilegal yang sudah lama melakukan kegiatan tambang ilegal galian C baru mulai mengurus perizinan tambang," masih kata Yudi Garuda.
Contoh salah satu tambang ilegal di wilayah Klatak Banyuwangi yang kedalamannya sudah sangat dalam dilakukan Operasi Produksi padahal perijinannya masih di tahap explorasi.
Jelas di dalam Undang Undang Pertambangan menjelaskan, Berdasarkan pasal 160 ayat (2) Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UUPMB) disebutkan, setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan Operasi Produksi dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Namun kenyataannya aktivitas penambangan tanpa izin Operasi Produksi masih tidak maksimal di wilayah hukum wilayah Banyuwangi atas tindak pidana penambangan pasir tanpa izin produksi, penerapan pidana serta upaya penanggulangan terhadap perkara tindak pidana penambangan pasir tanpa izin produksi.
Hasil yang didapatkan dari adanya penyebab terjadinya tindak pidana penambangan pasir tanpa izin produksi adalah karena faktor ketidaktahuan tentang peraturan perundang-undangan, ekonomi, dan kurangnya kesadaran hukum pada masyarakat, sedangkan penjatuhan pidana terhadap pelaku meliputi beberapa usaha yaitu, usaha preventif dan usaha represif.
"Penegakan Hukum dalam tindak pidana penambangan pasir tanpa izin seharusnya dilakukan secara optimal dan tegas. Dan hukuman pidana diberikan kepada pelaku tindak pidana penambangan pasir tanpa izin harusnya dapat memberi efek jera sehingga pelaku tidak mengulanginya kembali, untuk aparatur hukum dan instansi yang berwenang terhadap pertambangan supaya menjelaskan tentang keseluruhan hukum, agar masyarakat mengerti dan memahami. Agar masalah yang di hadapi tentang tindak pidana pengalian pasir tanpa izin dapat di atasi. '' jelasnya.
Yudi Garuda juga menambahkan akan melakukan somasi kepada Dinas Perizinan DPMPTSP Provinsi Jawa Timur, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur, Kapolresta Banyuwangi, Bupati Banyuwangi. Gubernur Jawa Timur dan Kementrian Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. (Tim)
0 Komentar