Jakarta, kabarreskrim.co.id - Anggota DPR Komisi IX Fraksi Partai Demokrat Lucy Kurniasari mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Cipta Kerja tidak berpihak kepada pekerja. Sebagai komisi yang ruang lingkup tugasnya ihwal ketenagakerjaan, Lucy menyebut beleid itu tidak menciptakan kepastian hukum bagi pekerja.
Dalam Perpu Ciptaker, Lucy mencontohkan pasal yang mengatur soal waktu istirahat dan cuti. Dia menyebut cuti panjang dihilangkan dalam aturan itu. Padahal, cuti panjang merupakan hak yang mestinya diberikan kepada pekerja.
“Melalui cuti panjang, diharapkan pekerja dapat memulihkan fisik dan psikisnya sehingga dapat kembali bekerja lebih bugar dan meningkatkan kinerjanya,” kata Lucy saat dihubungi, Senin, 2 Januari 2023.
Dalam Perpu Cipta Kerja, aturan soal waktu istirahat dan cuti tertuang dalam pasal 79. Perpu menghapus ayat d poin 2 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur soal istirahat panjang.
Jika sebelumnya istirahat panjang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dengan durasi minimal 2 bulan, aturan soal istirahat panjang dalam Perpu Cipta Kerja diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama perusahaan tertentu.
Lucy turut menyoroti aturan baru dalam Perpu soal penambahan hari kerja dari yang sebelumnya 5 hari menjadi 6 hari. Menurut dia, aturan 5 hari kerja dalam seminggu sedianya sudah cukup.
“Sebab, produktivitas kerja tidak ditentukan oleh lamanya bekerja. Karena itu, lima hari kerja dalam seminggu kiranya sudah cukup,” kata dia.
Lucy mengatakan Perpu Cipta Kerja lebih berpihak kepada investor dan pengusaha. Menurut dia, hal inilah yang menjadi alasan penerbitan Perppu.
Ia menyayangkan Perpu Ciptaker yang malah tidak memberikan kepastian hukum bagi pekerja. Dari substansinya, ia menilai penerbitan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini memang ditujukan bagi kemudahan investor.
“Pemerintah tidak menerbitkan Perpu untuk kepastian hukum bagi pekerja. Ini artinya, motif diterbitkan Perppu memang bukan untuk kepentingan pekerja, tapi lebih kepada investor,” kata dia.
Demi Kepastian Hukum bagi Investor
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut ada kebutuhan mendesak di balik Perppu Cipta Kerja. Pemerintah, kata dia, perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global ihwal ekonomi.
Airlangga menyebut Indonesia menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, ancaman stagflasi. Selain itu, sudah ada beberapa negara berkembang yang masuk jadi pasien International Monetary Fund (IMF).
"Kondisi krisis ini sangat nyata untuk emerging developing country," kata dia.
Airlangga menyebut putusan MK terkait UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional sangat mempengaruhi perilaku dunia usaha, baik di dalam maupun di luar negeri. Sehingga, Airlangga berharap terbitnya Perpu Cipta Kerja ini bisa mengisi kepastian hukum.
"Di mana mereka (dunia usaha) hampir seluruhnya masih menunggu kelanjutan dari UU Cipta Kerja," ujarnya.
Berbagai kritik yang muncul setelah Perppu terbit direspons oleh Presiden Jokowi. Ia menegaskan Perppu ini diterbitkan karena ada ancaman-ancaman risiko ketidakpastian global.
"Untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum yang dalam persepsi para investor dalam dan luar, sebetulnya itu yang paling penting," kata Jokowi.
Jokowi menyebut kondisi saat ini memang terlihat normal. Akan tetapi, Jokowi mengklaim bahwa Indonesia diintip oleh ancaman-ancaman ketidakpastikan global.
Untuk kesekian kalinya, Jokowi kembali menyinggung bahwa 14 negara sudah menjadi pasien IMF. Lalu, ada 28 negara lagi yang antre untuk menjadi pasien IMF. "Ini sebetulnya dunia ini sedang tidak baik-baik saja," kata dia.
Itulah yang kemudian menjadi alasan Jokowi menerbitkan Perpu Cipta Kerja. "Karena ekonomi kita di 2023 sangat tergantung investasi dan ekspor," ujarnya. (Red.Sl)
0 Komentar