Kediri, kabarreskrim.co.id - Guyub rukun diantara keberagaman agama dan aliran kepercayaan, selama ini terjaga dengan baik oleh warga Desa Tanon Kecamatan Papar. Menjadikan alasan digelarnya kegiatan Pokok Pikiran (Pokir) dilakukan Khusnul Arief, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Kediri. Kegiatan aspirasi masyarakat bertema ‘Nguri-Nguri Budaya’ dalam bentuk wayang kulit digelar di Gedung Serba Guna Desa Tanon Papar, pada Sabtu (19/03) malam
Hadir dalam kegiatan ini Tiga Pilar Kecamatan Papar, para tokoh agama dan tokoh masyarakat serta tokoh pemuda. Acara ini sekaligus dikemas diresmikan Kampung Pancasila, diharapkan sila-sila dalam Pancasila mampu diterapkan setiap warga dalam kehidupan sehari-hari.
Pada kesempatan ini Kapolsek Papar, AKP Kukuh Kurdi menitipkan pesan, agar seluruh warga tetap menjaga protokol kesehatan serta membantu kinerja TNI Polri mewujudkan situasi kamtibmas yang aman damai
Selanjutnya dalam sambutannya, Khusnul Arif merupakan politisi Partai NasDem menyampaikan. Bahwa kegiatan ini atas restu Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana. Dalam Pokir anggota dewan tahun ini lebih difokuskan pada pemberdayaan masyarakat.
“Ini merupakan kebijakan Mas Bupati bahwa kegiatan Pokir bisa dipergunakan untuk kegiatan berupa pagelaran. Tentunya semua juga atas dukungan Pemerintah Desa Tanon,” jelas Khusnul Arif.
Tadi sudah disampaikan Kapolsek Papar, lanjut Khusnul Arif, tentang pentingnya menjaga protokol kesehatan dan menjaga keamanan di lingkungan masing-masing. “Secara khusus saya berikan apresiasi kepada Bapak Murtaji selaku Ketua PHDI Kabupaten Kediri. Juga kepada seluruh umat warga Desa Tanon.
“Betapa indah, perayaan hari besar umat Islam kemudian dijaga umat agama lainnya. Ini bisa dijadikan contoh desa-desa lainnya di Kabupaten Kediri,” tegas Khusnul Arif yang juga menjabat Dewan Penasehat Dewan Kesenian Kebudayaan Kabupaten Kediri (DK4).
Pertunjukan wayang kulit ini membawakan lakon Pandawa Syukur bersama ki Gede Wika Ariawan S.Sn. Menceritakan tentang keberhasilan para Pandawa membuka hutan Wana Marta dan berhasil mendirikan Negara Amarta atau Indraprastha. Sebagai tanda syukur kepada Tuhan mereka menyelenggarakan sesaji Raja Suya.
Diterangkan Khusnul Arif, merupakan suatu bentuk rasa syukur yang harus dihadiri 100 raja. Sementara itu, di tempat lain yakni Kerajaan Giribaja, dengan Prabu Jarasanda juga berencana mengadakan Sesaji Kalalodra. Sesaji ini kebalikan dari Sesaji Raja Suya yakni mensyaratkan 100 raja untuk dikorbankan sebagai tumbal.
Negara Giribaja telah berhasil mengumpulkan 97 raja yang sudah dipenjarakan, sehingga kurang tiga raja. Untuk melengkapinya, Supala dan balatentara Kerajaan Giribaja diutus oleh Jasaranda untuk menaklukkan Puntadewa raja Amarta, Kresna raja Dwarawati, dan Baladewa raja Madura.
“Mereka ialah tiga raja yang belum berhasil ditaklukkan. Para Pandawa memutuskan untuk membebaskan raja-raja yang menjadi tawanan Prabu Jarasanda. Mereka menyamar sebagai Brahmana dan berhasil menyusup ke Negara Giribraja dan terjadilah pertempuran dengan Prabu Jasaranda,” jelasnya
Akan tetapi, para pandawa kesulitan meengalahkannya sehingga mereka mundur dan mendatangi Kresna. Kresna memberi tahu bahwa Prabu Jarasanda akan dapat ditaklukkan apabila dibelah kembali. Setelah mendapatkan jawaban dari Kresna mereka melanjutkan pertempuran dan berhasil menaklukkan Prabu Jarasanda.
“di akhir cerita, raja-raja yang ditawan dapat dibebaskan dan dengan sukarela ke-97 raja bersama dengan tiga raja bergabung untuk mendukung terlaksananya Sesaji Raja Suya. Merupakan kisah bisa menjadi inspirasi kita semua,” terang sosok pengusaha muda gencar membina kaum milenial dalam UMKM. (red)
0 Komentar